Sabtu, 26 Juli 2014

Asal Mula Sukabumi

Share it Please


Orang selalu mencatat bahwa tanggal 13 Januari 1815 adalah hari kelahiran kota Sukabumi. Tanggal tersebut dipergunakan sejak Dr. Andreas de Wilde secara resmi menerima pengesahan nama Soeka Boemi dari pemerintah Hindia Belanda atas tanah yang dimohonnya untuk perluasan perkebunan. Kala itu de Wilde adalah konlomerat perkebunan, atau lebih dikenal dengan Preanger Planter. Anda bisa membayangkan betapa kaya dan berpengaruhnya de Wilde dengan melihat rumahnya yang sekarang dijadikan kantor Walikota (Balaikota) Bandung.

Dokumen tentang Andries de Wilde yang membeli tanah di Goenoeng Parang (kelak menjadi Soekaboemi) seharga 6153 Ringgit Spanyol tahun 1803 - sumber Algemeen Handelsblad 1923Dari:Koleksi Foto dari kiriman Rangga Pamungkas di SOEKABOEMI HERITAGES
Tapi benarkah de Wilde yang menemukan Sukabumi?  Sebenarnya, tidak juga. Sejarah Sukabumi lebih tua dari itu. Anda bisa melacaknya hingga Pajajaran Runtag ( runtuhnya Kerajaan Pajajaran ) sekitar 1579. Waktu itu wilayah ini bagian dari kedatuan (setara kabupaten sekarang) kerajaan Pajajaran. Tepatnya Kedatuan Pamingkis yang beribukota di Gunung Walat, Cibadak sekarang. Jangan heran kalau Cibadak dijadikan dayeuh waktu itu. Di Cibadak ini telah berdiri sebuah kabuyutan yang diprakarsai Prabu Dharmasiksa jamannya kerajaan Sunda Galuh Kuno. Lihat tulisan mengenai prasasti Cicatih Cibadak di blog ini.

Nah, bupati yang berkuasa saat itu adalah Ki Ranggah Bitung. Istrinya bernama Nyi Raden Puntang Mayang. Masa masa itu memang tidak menentu. Ibukota Pakuan telah berhasil direbut kesultanan Banten. Uforia bumi hangus sampai juga ke Kedatuan Pamingkis. Singkat cerita Gunung walat bernasib sama dengan Pakuan. Bupati Ki Ranggah Bitung gugur. Sementara istrinya yang sedang hamil diselamatkan oleh seorang jaro (lurah) bernama Ki Load Kutud dan istrinya Nini Tumpay Ranggeuy Ringsang. Mula mula diamankan di Gunung Bongkok, Cibadak. Atas petunjuk seorang resi bernama Tutung Windu, kemudian dialihkan ke Gunung Sunda di daerah Palabuhanratu sekarang.

Kala itu wilayah selatan masih berupa hutan rimba belantara. Tidak heran bila daerah tersebut menjadi tempat persembunyian yang sempurna buat Nyi Raden Puntang Mayang. Di tengah pengungsian, mereka menemukan seorang bocah laki laki berumur 6 -7 tahun yang tersesat. Menurut pengakuaannya, kampungnya sama dibakar oleh pasukan Banten. Didorong rasa kasihan maka Jaro Kutud akhirnya memunggut anak tersebut dan menyertakannya dalam rombongan pengungsi. Mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Tak lama Nyi Raden Puntang Mayang melahirkan bayi perempuan. Kemudian diberi nama Nyai Raden Pundak Arum Saloyang.


Stasiun Soekaboemi tempo doeloe
Kita lanjutkan kisah ini.

Demikianlah Nyai Raden Pundak Arum tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Dia tumbuh dewasa bersama anak punggut Ki Jaro yang kemudian diberi nama Wangsa Suta. Anda mungkin sudah bisa menduga, dua orang ini akhirnya saling jatuh cinta. Cinta mereka direstui oleh kedua orang tua masing masing. Sampai di sini semua baik baik saja. Hanya sebagaimana tradisi pemuda jaman itu, belum jadi 'orang' kalau tidak meningkatkan kemampuan diri dengan berguru dan berkelana. Dari satu guru ke guru lainnya, dari satu tempat ke tempat lainnya. Sebagaimana sejarah yang dilakoni tokoh Sunda yang paling berpengaruh, Jaya Dewata alias Pamanah Rasa, alias Sri Baduga Maharaja Siliwangi.

Setelah mohon ijin dan pamit kepada Ki Jaro, Wangsa Suta mulai pengembaraannya. Angin membawanya ke daerah Cikembar dan berguru kepada seorang resi yang bernama Saradea. Setelah dirasa cukup menimba ilmu, akhirnya Wangsa Suta dititah untuk turun gunung dengan instruksi untuk membuka lahan di Gunung Parang. Di sebuah tempat dimana tumbuh pohon kiara kembar dan pohon paku berdahan lima yang condong ke arah selatan. Wangsa Suta telah memulai babak baru hidupnya dengan melaksanakan amanah sang guru.

Sementara itu lambat laun kecantikan Nyai Pundak Arum mulai beredar dari mulut ke mulut. Seorang Demang Sukamukti yang kaya dan berpengaruh melamarnya. Bagaimana pun kuatnya Pundak Arum dan keluarga menolak, kehendak seorang demang sulit ditolak. Akhirnya pernikahan terjadi juga. Namun malam sebelum malam pengantin, Ki Demang tewas mendadak. Sehingga Pundak Arum tetap masih perawan.

Kali kedua, Pundak Arum dilamar (juga dengan paksaan) oleh orang kaya dari Padabeunghar. Sang saudagar meninggal sebelum malam pengantin. Berikutnya yang melamar adalah Ki Puru Sastra, sama, orang kaya. Mati sebelum malam pengantin. Ada juga seorang haji yang ikut kontes. Namanya Haji Ijamalil. Nasibnya malah lebih buruk, disambar halilintar saat hendak acara lamaran. Begitu berikutnya, setiap orang yang melamar, kematian selalu menjemput sang pelamar.

Kejadian kejadian ajaib ini akhirnya menjadi buah bibir masyarakat. Demang Mangkalaya (daerah Cisaat kini) sudah mengkategorikannya sebagai kufarat subversif yang harus segera dihentikan. Penangkapan oleh aparat membawanya ke alun alun kademangan. Putusannya jelas : hukuman mati dengan pancung. Golok sudah diacungkan.


Jalan Capitol Soekaboemi tempo doeloe
Golok sudah terayun siap memenggal leher Pundak Arum.

Maut hanya beberapa inci siap menjemput. Para penonton menahan nafas. Tiba tiba sebuah terjangan membuat golok terpental, melayang di udara, berkilau disinar sang Surya. Wangsa Suta berdiri megah. Rambutnya melambai lambai diterpa angin. Tangan kirinya memegang Pundak Arum. Para pengawal terkesima sesaat. Namun segera mereka kembali bersiap.

Dengan lirih, Wangsa Suta berbisik lirih kepada Pundak Arum. Tunggulah aku di Gunung Parang, di bawah pohon paku berdahan lima dan condong ke selatan. Setelah itu duel seru terjadi. Wangsa Suta bergeming. Dia menunjukkan kedigdayaannya. Sang pendekar melangkah pergi dengan kepala tegak penuh kemenangan. Hatinya dipenuhi bunga, ingin segera bertemu dengan pujaan hati. Langkahnya dipercepat.

Gunung Parang, Pohon paku berdahan lima, condong ke selatan. Nyai Pundak Arum tak ada di sana. Wangsa Suta memanggil manggil. Hanya angin yang berdesau menjawab. Wangsa Suta terduduk lemas. Dia mengerti sesuatu telah terjadi.

Akhirnya dia menemui sang guru resi Saradea. Sang resi arif berkata : Wangsa Suta, kamu tidak berjodoh di jaman ini, tapi mungkin di lain jaman. Tunggulah. Kelak bila Gunung Parang telah berkembang, maka akan lahir seorang wanita titisan Pundak Arum. Dia akan menjadi pembela kaum perempuan yang teraniaya. Bila wanita itu telah lahir, maka itulah jodohmu.

Dari hari itu, Wangsa Suta tidak pernah meninggalkan Gunung Parang. Dia setia menunggu titisan Pundak Arum. Sebagaimana visi Saradea, Gunung Parang memang terus berkembang dari masa ke masa. Jadi kalau 200 tahun kemudian, tahun 1815 de Wilde dianggap mendirikan Sukabumi, sesungguhnya bule ini hanya melanjutkan apa yang telah dirintis Wangsa Suta sekitar tahun 1600an.

Kemana sebenarnya Pundak Arum. Pundak Arum ternyata tertangkap dinas rahasia Kademangan. Dengan dibungkus karung, tubuhnya di bawa ke kepulauan seribu, tepatnya pulau Putri. Dia menjadi tahanan pulau sampai ajal menjemput.

Di hari ini, siapa yang masih mengenal Wangsa Suta. Siapa yang tahu Gunung Parang adalah kilometer 0 kota Sukabumi. Ah, kita memang amnesia kalau menyangkut sejarah. Tidak heran kalau kita juga galau dengan jati diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Follow The Author